Sabtu, 09 Maret 2013

Di Antara Derita Merajut Masa Depan

Malam larut, Ayu menerawang langit-langit kamar, hanya gambaran kelabu menghiasi  hidup. Tiada kebahagian di sudut sana. Yang ada hanya segumpal gunda menari mempermainkan jiwanya yang gersang.
Ayu merasa, mengapa perjalanan ini begitu gersang. Tiada sekelumit kebahagian dalam diri ini.
Ayu berguman," Ya Allah..., berilah aku segenggam harapan, agar aku mampu menepis duka yang kian menganga, menyelimuti hati yang gunda."  "Apakah hanya ini yang harus kurasakan, berbalut rasa bergelimang nestapa.".
Derita ini membalut hati Ayu. Harapan merajut masa depan seolah tidak mungkin terujud. Yang ada hanya perasaan ketidakyakinan menemani kerapuhan hati. Ayu tidak mampu membendung air mata ketika ia mengingat beberapa peristiwa yang pernah mendera hidupnya.
Dalam pembaringan di ruang sepi, ia meratapi setiap bitir derita yang pernah membentuknya menjadi lemah,kurang percaya, tidak yakin bahwa masa depannya begitu masih panjang. Apalagi usianya baru beranjak dewasa.
Memang masa seperti itu, adalah masa yang sangat labil dalam mengarungi bahtera kehidupan. Ia masih mengaharapakan belaian kasih seorang ayah. Ia masih mendambakan senyum manis seorang ayah. Tapi kini semua hanya ilusi, dan tidak mungkin ia temui dalam perjalanan hidup.
Kini Ayu mengenyam pendidikan di sebuah SMA. Menurut orang SMA ini sangat Favorit di kotanya.
***
Suatu hari Ayu mengikuti kegiatan yang paling digemarinya di sekolah. Dengan riangnya ia bermain dan bercengkerama dengan kawan sebayanya. Ia tidak merasakan sesuatu, kecuali mengapa hari-hari cepat berlalu.  Burung indah pun tak mampu mengusik kegembiraanya hari itu.
Usai bermain Ayu beristirahan dibawah pohon taman SMA. Tempat ini merupakan tempat favorit bagi siswa untuk merajut canda tawa. Pohon kelengkeng yang rindang, bangku terbuat dari temboh bata yang dihiasi gambar Tapis Lampung berwarna hijau dan kuning. Tempat ini mernuansa hijau. Indah dan asri.
Di sinilah Ayu dan temanya  menghabiskan waktu istirahat belajar.
Tapi kebahagian ini begitu  cepat berlalu. Saat Ayu bercengkerama, ia mendapatkan berita bahwa ayahnya sakit . Ibunya mengatakan bahwa sakit ayah tidak para. Kini ayahnya sudah mulai berbicara. Hati Ayu tenang seperti disiram air embun yang sejuk.
Ayu melanjutkan berengkerama bersama temannya. Ia menonton temannya bermain basket. Gelak tawa menghiasi wajah Ayu.
Ibu Ayu pun nmenelpon kembali. Telepon itu tidak langsung kepada Ayu. Tetapi melalui teman akrabnya. Temannya tidak sanggup menyampaikan berita yang didengar.
Temannya berkata pada Ayu, bahwa ia dipanggil ke kantor.
Yu: " Maaf ia, saya dipanggil ke kantor. Kamu tunggu di sini saja."
"Ia, udah. Sana, nanti gurunya marah."
"Yu, jangan pergi, nanti aku kembali," kata Mira.
"Oke"
Mira pun menuju kantor BK. Di sini Mira mencerita hal-ikhwal apa yang di dengarnya dalam telepon. Dan BK, cepat merespon apa yang disampaikan Mira. BK pun menenmui Ayu. Dan ayu merasakan keganjilan, mengapa Mira temannya menemui BK. Dan sekarang Ayu yang dicari BK. Setelah BK bertemui Ayu. Ayu diajak ke kantor BK. Ayu merasa aneh. Mengapa BK Mengaja Ayu ke kantor.
Setelah sampai di kantor BK, BK menyuruh Ayu untuk lekas pulang. Ayu bertambah gelisah. Bandanya terasa lemas, tidak berdaya. Walaupun tidak ada ucapan BK, kecuali menyuh Ayu pulang.
Ayu: " Sebenarnya ada apa, Ibu menyuruh saya pulang. Ibu jangan menyembunyikan sesuatu. Apakah ayah saya sudah tiada. Jujur Bu. diiringi derai air mata kepedihan."
BK: " Ayu, tidak ada apa-apa."
Ayu: " Mana mungkin Ibu menyuruh saya pulang kalau tidak ada apa-apa."
BK: "Ayu, Ibu sangat sayang pada kamu. Mana mungkin Ibu berbohong. Cuma tadi ada telepon ke sekolah  yang menyuruh Ayu pulang ada keperluan."
Ayu: " Bu, ayu tadi dapat kabar bahwa ayah Ayu sakit. Jadi, sebenarnya apa yang terjadi, Bu". Sambil berurai air mata. Ayu menangis sejadi-jadinya. Ia tidak tahan membendung kesediahannya. Ia merasa bahwa ayahnya sudah dipanggil yang kuasa.
Ayu tidak sadarkan diri.
Akhirnya pihak sekolah, sepakat membubarkan waktu belajar.  Dan bersama bertakziah ke rumah Ayu.
Setelah sampai di rumah Ayu. Orang berkumpul dan semua tidak ada yang berbicara.semua terpaku pada keadaan. Meraka juga merasa tidak yakin begitu cepat bila Allah akan memanggil hambahnya.
Ayu dipapah oleh rekannya menuju rumah tempat berbaring ayahnya yang terakhir sekali. Derai air mata pun tidak terbendung.
Ayu: "Mengapa begitu cepat ayah meninggalkan Ayu yang masih sangat mengharapakan belaian ayah. Apakah ayah tidak mau melihat Ayu bahagia." teman ayu yang hadir pun turut menangis.
Ibu guru mencoba menenangkan hati Ayu. Suasana di sekeliling nampak kelam semua mengeluarkan air mata.
Ayu memang anak yang jarang bermanja kepada ayah ibunya. Karena ayahnya bekerja di Lampung Tengah di Perkembunan Nanas. Pulang paling 2 minggu sekali. Kesempatan inilah yang dipergunakan Ayu untuk bermanja dengan ayah ibunya. Ayu sudah beberapa kali diajak ayah ibunya bersekolah di Lampung Tengah. Tapi Ayu selalu menolak.
Setelah pemakaman usai. Bapak Ibu guru dan teman Ayu berpamitan pulang.
Ayu: " Mira..., mengapa Allah cepat memanggil ayahku."
Mira: "Yu..., sabar ia. Mira tetap temanmu. Mira menangis, tak tahan melihat temannya akrabnya dirundung duka.
Kepalah Sekolah: "Ayu..., yang sabar ya, nak. banyak berdoa. Doa anak yang solehah di ijabah Allah. Nanti kalau sudang selesai dan sudah tenang jangan lupa sekolah. Kita tidak dapat menolak kehendak Allah. Setiap yang bernyawa pasti akan menemui  ajalnya."
Ayu hanya diam tidak menjawab, air mata tetap menjadio saksi kepedihan hatinya.
Setelah semua teman dan gurunya pulang. Ayu kembali dalam kehampaan. Akan kemana ia kelak. Tidak adalagi orang yang ia kasih dan tempat ia bermanja. Hanya hampar tanah merah menghiasi peristirahan terakhir ayahnya.
Kini Ayu merajut hari depannya menempuh cita-cita di SMA yang ia dambakan. Karena banyak nasihat yang ia terima ketegaran hati Ayu mulai terasan. Kepedihan yang selama ini mebentang di wajahnya, kini sudah hilang. Ayu merajut hari depan bersama teman, dan doa Ibu, Kakek dan Neneknya. Ayu adalah anak tunggal atau semata wayang cantikdan lembut. Di matanya terbayang harapan dan kceriaan kembali bersemi menyirami hari-hari Ayu.

                                                                                        Sekelumit kisa Ayu (By; ARAS)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar